Blogger templates

Jumat, 08 November 2013

Chapter 8(ending)

(Silahkan buat judul yang sesuai ma isi hati kalian)

Suasana saat ini gelap, terasa sangat kelam. Daun-daun kering bertaburan di
tanah yang lembek. Ya tanah daerah situ memang lembek karena berdekatan dengan
sungai yang tanpa henti-hentinya mengalir.
Tiga bersaudara, tiga tipe pejuang yang berbeda, tiga aura pembunuh yang sangat
kuat, tiga makhluk andalan Undead, Skeleton King, Sand King, Lich King. Mereka
berjalan sekian lama, menempuh perjalanan yang sangat jauh, demi melaksanakan
perintah Raja Undead, Rotund Jaere.
Mereka cukup jarang berbicara, jikapun ada, memang itu sesuatu yang penting
untuk dibicarakan, namun mereka sangat antusias dengan perintah langsung dari Raja
mereka.
*****
“Ada apa raja memanggil kami” tanya Skeleton King
“Sebenarnya kunci kemenangan ini ada pada barang legenda yang konon
sangat hebat, namun belum ada yang mengetahui bagaimana bentuk benda itu.
Pergilah ke Barat daya. Cari Sacred Relic dan Demon Edge. Dan terimalah
pedang ini.
“Terimakasih tuan..” Jawab Skeleton King
(Chapter I)
******
Berjalan tanpa arah dalam keheningan, sampai sesuatu mengusik Lich King.
Dia merasakan keberadaan sesuatu yang memiliki aura yang cukup kuat, dan hanya
penyihir yang sangat handal yang dapat merasakannya.
Lich : “Coba kita berjalan ke arah sana” pinta lich
Skeleton : “Kau merasakan sesuatu?”
Lich : “Entahlah, hanya firasat saja, namun ada hawa yang cukup
kuat berasal dari sana”
Skeleton : “……………..” memperhatikan arah tersebut
Sand King : “Kalian tunggulah disini, aku akan menyamar di balik pasir
untuk mengetahui kondisi di sana”
Skeleton : “Pastikan saja apa yang ada di sana, dan segera kembali !”
perintah Skeleton King
Sand King segera masuk ke dalam tanah untuk segera memantau kondisi lokasi yang
ditunjuk oleh Lich. Mengendap perlahan dalam tanah, lalu sedikit muncul dalam
permukaan. Betapa kagetnya dia karena disitu berkumpul dua buah naga, tapi yang
paling mempesonanya, sepertinya naga-naga itu sedang menjaga sesuatu. Terdapat
sebuah goa di situ, dan tampak tidak terlalu dalam, namun sangat gelap. Selesai
memantau, Sand King langsung melaporkannya pada Skeleton King.
Sand King : “Aku sudah melihat tempat itu”
Skeleton : “Apa yang kau lihat ?”
Sand King : “ Dua ekor naga, sepertinya mereka cukup kuat, namun yang
menarik perhatianku, sepertinya mereka sedang menjaga
sesuatu di dalam goa yang berada tepat di belakang sarang
mereka”
Lich : “Itu dia, pasti dari sana datangnya aura ini”
Skeleton : “Jika begitu, ayo kita habisi naga-naga itu”
Sand King : “Namun jika perkiraan ku salah mengenai gua itu, tenaga kita
akan terbuang sia-sia. Musuh kita sebenarnya kan para Elf itu”
Skeleton : “Mari kita coba kekuatan mereka, apakah memang sepantar
dengan sesuatu yang mengusik firasat Lich”.
Lich : “…………….”
Bulan tertutup awan seutuhnya. Suasana benar-benar kelam. Mereka menyambangi
sarang naga itu.
Skeleton King berada di depan, diikuti Sand King dan Lich King. Mereka melihat
naga-naga itu sedang berjaga tanpa henti, lalu bersembunyi dalam gelapnya hutan.
Muncullah Skeleton King seorang diri tanpa ditemani kedua saudaranya. Berdiri
dengan gagahnya, menggenggam pedang kejayaan dan perisai andalannya.
Naga-naga tersebut seolah membiarkan saja Skeleton King berdiri di tempatnya,
sampai dia memasang kuda-kuda menyerang dan berlari kencang kea rah naga-naga
itu. Sadar akan ancaman tersebut, naga tersebut menyemburkan api dari mulutnya.
Skeleton King dengan sigap bertahan dibalik perisainya. Setelah serangan tersebut,
Skeleton King kembali menyerang, dan tanpa basa basi naga yang lain pun
menyemburkan es, dan serangannya berhasil mengenai dan membekukan Skeleton
King. Lich yang melihat saudaranya diserang, mencoba membantu.
Lich : “Frost Nova !!”
Serangan tersebut tepat mengenai naga api, dan membekukannya untuk sesaat, damun
karena kekuatannya, dia berhasil memecah es yang membekukan itu, dan mencoba
menyerang Skeleton King yang masih membeku. Sand King tidak tinggal diam,
dengan segera masuk dalam tanah dan secara tiba-tiba muncul tepat dibawah kedua
naga tersebut, dan melempar mereka.
Serangan Sand King cukup telak, hingga serangan kedua naga tersebut teralih
padanya. Hampir saja Sand King mendapat serangan, namun dia berhasil
bersembunyi dalam pasir. Badai pasir terjadi sekitar situ, hingga mengganggu
pandangan kedua naga tersebut. Skeleton King yang sudah dapat bergerak kemudian
secara membabi buta menyerang kedua naga tersebut.
Naga-naga tersebut mendapat serangan tanpa henti dari “3King” dan mencoba
melarikan diri. Naga-naga tersebut masuk dalam goa, dan entah apa yang terjadi,
angin sangat kencang terhembus dari dalamnya, dan sebersit cahaya muncul dari
dalam. Lalu dari dalamnya muncul seekor naga yang sangat besar.
“3 King” yang melihat naga itu tercengang, dan mulai memikirkan bagaimana cara
melarikan diri. Naga tersebut memiliki dua buah kepala yang berbeda jenis, yang satu
mengeluarkan api dan yang lain menyemburkan es.
Giliran 3 King yang kewalan menghadapi serangan tersebut. Namun bukan Pejuang
Undead namanya jika mereka takluk oleh lawannya. Sand King kembali masuk ke
dalam tanah dan muncul kembali tepat dibawah naga tersebut, dan melemparkannya
kembali, lalu tanpa mengenal ampun mengeluarkan jurus andalannya :
Sand King : “Epicentrum !”
Sesaat kekuatannya berlipat-lipat ganda dan langsung memukul-mukul tanah yang
membuat guncangan hebat secara terus menerus membuat naga tersebut mulai
kesakitan. Lich dengan sigap mengeluarkan kembali “Frost Nova” dan tepat
mengenai naga tersebut. Naga tersebut benar-benar kesakitan dan dengan sisa
kekuatan yang ada, kedua kepala naga tersebut menyemburkan Api dan Es
bersamaan. Sand King terkena serangan beruntun itu, dan menjadi beku dalam pijaran
api dari mulut naga tersebut.
Skeleton King tanpa mengenal ampun melemparkan perisainya pada kepala naga
tersebut dan tepat sasaran. Dengan beringas, Skeleton King mencabik-cabik naga
tersebut yang akhirnya tidak berdaya, dan Mati. Secara berangsur, bangkai naga
tersebut terbagi dua, meleleh dan terbakar.
Dari tubuh naga es muncul barang Demon Edge, dan yang lain muncul Sacred Relic.
Tanpa menunggu lama, Skeleton King mengambil kedua barang tersebut, dan
memperlihatkan pada Lich.
Skeleton : “Ini dia. Inilah yang kita cari selama ini !”
Lich : “Inikah benda legenda itu ?”
Skeleton : “Memang saat ini, kedua barang tersebut tidak berarti”
Sand King : “Lalu kita harus bagaimana ?”
Skeleton : “Lich !, gabungkan benda-benda ini dengan pedang ku. Inilah
mengapa raja menyuruhku untuk membawa pedang ini”.
Lich : “Aku tidak yakin jika kemampuan ku mampu
menggabungkan ketiga benda ini”
Sand King : “Lakukan saja ! Kau adalah keturunan Raja, kau bisa !”
Lich : “…………………” tampak ragu
Skeleton : “Lakukanlah, apapun yang terjadi, kau harus melakukannya”.
Lich : “Baiklah, mohon berikan aku ruang, kalian minggirlah”
Skeleton King dan Sand King segera menyingkir, dan membiarkan Lich
berkonsentrasi untuk menggabungkan ketiga benda itu.
Angin berhembus kencang seiring Lich mencoba menyatukan benda-benda keramat
itu. Perlahan mengeluarkan sinar, semakin lama semakin terang, dan setelah beberapa
saat, terpancar sinar yang sangat terang seperti sorotan ke langit, dan membuat hutan
sekitar itu menjadi sangat terang. Skeleton dan Sand King yang sedari tadi menyimak
kejadian itu, terpaksa mengalihkan pandangannya untuk menghindari sinar yang
sangat terang itu, lalu meredup dan sinar itu pun menghilang.
Kemudian di depan Lich, tertancap di tanah, pedang senjata Skeleton King, namun
lebih berwarna emas, bercahaya, ringan, juga menjadi sangat tajam. Pedang itu telah
berubah menjadi “Divine Rapier”.
Skeleton King mencabut pedang itu, dan menatapnya. Benar-benar pedang legenda.
Dunia ini hanya terdapat satu, dan itu adalah miliknya. Skeleton King menjadi
semakin yakin, jika pertempuran ini adalah milik bangsa Undead. Segala petarung
yang ditemuinya, entah itu Elf maupn netral akan dicabik olehnya.
Namun belum selesai mereka merayakan untuk senjata barunya, “3 King” kedatangan
tamu. Tamu yang memang pantas untuk menjadi lawan mereka. Mereka hanya
berdua, namun mereka juga memiliki senjata tak kalah hebatnya.
Troll dan Gondar tanpa sengaja melihat cahaya terpancar menuju langit, dan segera
memburu datangnya cahaya tersebut. Mereka berharap jika kemungkinan terburuk itu
tidak terjadi, namun terlambat, Divine Rapier sudah tercipta, dan pemiliknya adalah
Skeleton King yang sangat lihai bersenjatakan pedang.
Aura permusuhan sangat terasa. Tatapan tajam masing-masing sangat menusuk
pikiran.
Tanpa menunggu lama, Skeleton King berlari menuju kedua petarung Elf. Troll dan
Gondar segera mengeluarkan senjata pusaka mereka.
Pertarungan sengit segera terjadi. Troll harus menghadapi gempuran Skeleton King
dan Lich, sedangkan Gondar berhadapan langsung dengan Skeleton King.
Gondar terlihat mendominasi pertarungannya, sebaliknya Troll menghadapi ancaman
serius. Troll terus mencoba bertahan dari gempuran Skeleton King sambil sesekali
menyerang. Namun Troll tiba-tiba menjadi tak berdaya saat Lich mengeluarkan
mantra miliknya “Frost Nova”. Karena kuatnya fisik yang dimiliki troll, dia tidak
menjadi beku, namun gerakannya sangat drastis menjadi lambat.
Skeleton King melambaikan pedangnya dengan sekuat tenaga, namun beruntung bagi
troll dapat menangkis serangan itu dengan kampaknya dan terpental hingga hingga
menabrak pohon yang beberapa langkah di belakangnya. Gondar sudah tak berdaya
lagi, hingga Sand King yang juga kewalahan menghadapi Gondar, langsung masuk ke
dalam tanah dan dengan cepat muncul di tempat troll terpelanting tadi, lalu
melemparkannya. Troll terpelanting lagi, dan jatuh dekat dengan Skeleton King.
Dengan cepat Skeleton King menusukkan pedangnya pada Troll, dan akhirnya Troll
mati. Gondar benar-benar terpukul dengan apa yang dilihatnya itu. Teman
seperjuangannya, walaupun memang terkadang menyebalkan, bagaimanapun juga
Troll adalah partnernya.
Gondar berdiri dihadapan 3 King, sendirian. Skeleton King tersenyum puas
melihat hasil yang didapatkannya. Kaum Elf ternyata tidaklah terlalu kuat, pikirnya.
Gondar dengan pasrah langsung menghilang, dan berlari ke dalam semak belukar
hutan di belakangnya. Dia menangis karena pertempuran ini. Menangis karena
Bangsa Elf hamper tidak tertolong masa depannya, dan yang paling menyakitkan, dia
kehilangan seorang pejuang yang dalam waktu belakangan ini mulai menikmati
bekerja sama dengannya.
Sesaat terbayang wajah konyol yang dilakukan Troll ketika mencoba
menyombongkan kekuatan dan kelihaiannya bertarung. Terbayang ketika Troll terus
mengeluh dalam perjalanan yang tanpa tujuan pasti. Terbayang ketika troll lah yang
menjadi pahlawan utama ketika melawan Monster Batu besar “Roshan” dan
menyelamatkan anak-anak desa. Terbayang wajahnya yang sangat bangga saat dipujapuja
menjadi penyelamat, dan saat mereka terus bersama selama ini.
Gondar berhenti dari larinya dan menancapkan “Sange Yasha” miliknya kepohon
besar didekatnya, tanda kekecewaan dan kemarahanya.
Terdengar bunyi tawa keras 3 King yang mencemooh tubuh tak bernyawa Troll
tergeletak di depan mereka.
Gondar akhirnya mengambil keputusan paling berani, dia akan maju sendirian
menghadapi mereka bertiga, walaupun dia tahu hal itu hanya akan mengakhiri
nyawanya. Namun keputusan sudah dibuatnya. Jika memang harus mati, biarlah aku
mati berdampingan dengan rekan seperjuangan ku.
Dalam posisi menghilang, dia mencoba mendekati 3 King, terutama Sand King yang
pada pertarungan tadi sudah cukup banyak menerima serangan telak yang dilakukan
Gondar. Dia bersiap untuk membunuh Sand King, dengan menebas lehernya, lalu
yang terjadi selanjutnya, dia tidak peduli.
Gondar mengangkat pedangnya, siap membunuh Sand King, tapi tiba-tiba
sesuatu yang tak terduga terjadi. Entah kenapa tubuh Troll mengeluarkan cahaya,
yang secara tiba-tiba cahaya itu menjadi sangat terang dan menyilaukan. Beruntung
bagi Gondar dapat mengalihkan pandangannya saat cahaya itu bersinar saat paling
terang, namun sial bagi 3 King yang karena sangat terkesima, justru dibutakan oleh
sinar tersebut.
3 King menjadi buta sesaat, dan saat itu tidak disia-siakan oleh Gondar, yang dengan
cepat mencabik Sand King dari belakang. Sand King yang merasa jika nyawanya
terancam segera masuk ke tanah dan mencoba melarikan diri sekencang mungkin.
Tapi hal itu menjadi sia-sia karena Gondar mengapitkan “Sange Yasha”nya dan
melemparkannya pada Sand King. Pedang kembar itu meluncur dan tepat mengenai
leher Sand King hingga terbelah.
Skeleton King dan Lich sangat kaget mendapat pemandangan bahwa
saudaranya sendiri, Sand King sudah mati karena serangan licik yang dilakukan
Gondar, terlebih sangat kaget karena di depannya sudah kembali berdiri musuh
mereka yang telah mati. Troll berdiri dengan gagahnya tanpa luka sedikitpun. Dengan
menutup mata, Troll menggerakkan badannya dan mengayunkan kepalanya. Sesaat
dia tersadar jika kalung yang dipakainya, “Aegis” telah menghilang.
Troll : “Tubuhku.. Aku kembali dari kematian, luka-luka ku pun
hilang. Ternyata itu manfaat kalung dari Monster Batu itu. Luar
biasa !”
Troll “Warlord” membuka matanya kembali, dan dihadapannya berdiri musuh yang
benar-benar sangat dibencinya. Tanpa menunggu diserang, Troll menyerang terlebih
dahulu dengan membabi buta. Skeleton King yang mendapat serangan tersebut,
sontak kaget karena gerakan Troll yang luar biasa cepat. Sehebat apapun dia bertahan,
tetap saja serangan Troll tembus mengenainya.
Skeleton King sudah tidak dapat memberi perlawanan karena serangan Troll
yang begitu kejam. Tapi dia tidak khawatir, karena dia adalah Skeleton King. Dia
memiliki kemampuan untuk dapat hidup kembali. Dia sangat ingin melihat wajah
Troll ketika lawannya juga dapat bangkit dari kematian. Gondar yang berurusan
dengan Lich seperti tidak mendapatkan perlawanan yang berarti. Lich King begitu
lamban gerakannya, dan hanya mengandalkan sihirnya. Gondar dengan mudah
mengatasi sihir yang dimiliki Lich, hana dengan menghilang dari pandangan.
Troll hamper mengakhiri pertarungannya, dan hanya dengan sekali tebas
terakhir, Skeleton King akhirnya mati. Lich yang menyadari Skeleton King kalah,
segera mendekatinya, dan membacakan mantranya. Seketika itupula Skeleton King
Kembali hidup. Namun naas, Troll yang sedang sangat marah langsung menghajar
Skeleton King kembali dibantu Gondar, tanpa ampun. Lich melhat jika Skeleton King
mendapat ancaman serius, segera membacakan mantra mautnya.
Lich : “Chain Fro…!”
Tidak terjadi apapun. Dia mencobanya kembali.
Lich : “Chain Fro…!”
Sama sekali tidak terjadi apapun.
Datang dari balik pepohonan, Silencer yang ternyata juga melihat cahaya
penggabungan Divine Rapier tadi, dan segera melesat ke tempat itu.
Ternyata sebelum lich melepaskan mantra terkuatnya, Silencer terlebih dahulu
meneriakkan mantranya, yang membuat Lich tidak dapat mengeluarkan jurus
andalannya.
Silencer yang melihat Troll dan Gondar sangat mendominasi pertarungan
melawan Skeleton King, beralih ke arah Lich yang sudah penuh luka setelah dihajar
Gondar sebelumnya. Silencer mulai menghajar Lich, dan Lich hanya bisa mencoba
bertahan dari serangan2 Silencer, berharap masih hidup ketika mantra Silence itu
habis. Lich sudah terlihat pasrah dengan hasil yang didapatkannya, hingga saat dia
melihat Troll, dengan kampaknya memecahkan perisai Skeleton King, sekaligus
memecahkan tubuh Skeleton King berkeping-keping.
Lich : “Kedua saudaraku……. Mati…….. di tangan Elf….??
Dengan sangat marah, Lich mencoba membaca mantranya kembali:
Lich : “ CHAIN FROSTTT !”
Seketika itu muncul bongkahan Es, yang sangat dingin menyerang Troll, dan dengan
telak mengenainya. Troll membeku total, dan mati saat itu juga. Lalu bongkahan es
itu seperti memantul dan mengejar Gondar. Gondar yang sangat panik dengan
serangan tiba-tiba itu berusaha menghilang, namun Gondar terlambat. Es itu berhasil
mengenainya, tepat sebelum Gondar menghilang dengan sempurna. Secara perlahan,
tubuh Gondar berubah menjadi Es, sangat dingin. Es itu kemudian retak dan akhirnya
rubuh. Gondar yang berada dalam es pun mati dengan tubuh berserakan.
Silencer yang melihat itu, dengan sangat marah melemparkan Cakram yang
dimilikinya tepat ke arah Lich, dan sangat tepat menyerang Jantungnya.
Lich yang memang sudah kehabisan tenaga dan penuh luka karena serangan Gondar
sebelumnya, langsung mati saat cakram itu mengenainya. Bongkahan Es yang
membunuh Troll dan Gondar pun tiba-tiba hilang.
Silencer tertunduk lesu. Peperangan ini sangat menyakitkan hatinya. Dia
merasa sangat sedih karena peperangan ini memang sangat menentukan masa depan
bangsanya, namun hal ini memakan korban orang-orang yang sangat dekat
dengannya. Tubuh-tubuh temannya yang tergeletak tak bernyawa diperhatikannya
dengan tatapan sayu.
Silencer : “Perang ini. Apakah memang harus seperti ini
penyelesaiannya?” gumam silencer
Angin sepoy-sepoy bertiup dan juga dedaunan yang berguguran menemani
kesendirian Silencer, suasana hutan sangat sunyi. Tanpa terdengar suara apapun,
termasuk kicauan burung sekalipun.
Lalu dia mendekati tubuh-tubuh temannya, tanpa memperdulikan tubuh musuh2nya
yang juga tak bernyawa. Kembali dia tertunduk, menangisi kematian temantemannya.
Dia yakin jika perang yang berkepanjangan ini berakhir sampai saat ini.
Dia akan kembali ke kota dan menyampaikan segalanya yang telah dialaminya.
Lalu dia bangkit berdiri, dan berjalan kea rah tubuh Skeleton King yang berserakan
akibat serangan luar biasa yang dilakukan Troll. Dia mengambil Divine Rapier,
sebagai bukti jika Undead sudah tamat.
Divine Rapier itu dipegangnya, dan sesaat dia terkesiman karena pedang itu.
Pedang ini luar biasa, sangat ringan dan luar biasa tajam. Terbayang olehnya jika dia
harus berhadapan dengan Skeleton King dengan memegang senjata itu, pasti dia tak
akan hidup sampai saat ini. Dia pun bangkit dan bersiap untuk kembali. Silencer
berbalik arah, dan sangat kaget oleh kejutan yang sama sekali tidak disangkanya.
Dihadapannya berdiri makhluk Undead, yang sebelumnya dia kenali, yang selama
mengenalnya selalu menyenangkan. Di hadapannya ada Purist dengan perangai baru.
Duduk dengan gagahnya di atas tunggangannya, kuda yang berbentuk tulang
belulang, dialah “Abadon”.
Abadon : “Akhirnya kutemukan para makhluk Elf”
Silencer : “Kau. Kau Purist?”
Abadon : “Purist? Siapa itu? Akulah Abadon, Pangeran dari Avernus”
Silencer : “Tidak, jangan lakukan itu Purist ! Sadarlah !”
Abadon : “Diam, dan matilah !”
Abadon dengan tiba-tiba maju kea rah Silencer, bersiap membelahnya dengan pedang
gaibnya. Silencer tanpa pilihan juga harus melawan Abadon, walaupun dengan sangat
berat hati. Divine Rapier itu dilemparkannya, tepat mengenai Abadon, namun
anehnya pedang itu justru terpental, dan menusuk tanah. Silencer mencoba menyerang
kembali dengan Cakram kebanggannya, namun serangan kali ini gagal kembali dan
justru mengakibatkan bencana bagi Silencer. Sesaat setelah serangan cakram itu,
sekilas tampak seperti sesuatu, seperti perisai tak terlihat menyelubungi Abadon, dan
akibat serangan tadi, perisai itu pecah dan kekuatan mistis dari Abadon mengenainya
dengan sangat telak. Serangan tersebut tidak mungkin di elakkan. Silencer terpental
cukup jauh, berguling-guling di tanah dan menabrak sebuah pohon yang cukup besar.
Silencer berusaha berdiri untuk bertahan hidup. Dia berpegangan pada pohon tersebut,
namun tubuhnya sudah sangat kritis karena luka-luka di pertarungan sebelumnya, dan
terutaman kelelahan yang sangat menguras staminanya. Silencer terduduk lesu,
bersandar pada pohon itu, dan pasrah dengan keadaan ini. Abadon yang melihat
Silencer tak berdaya, memberhentikan tunggangannya, dan menatap Silencer.
Pandangan mereka beradu. Silencer berharap jika tatapannya dapat mengingatkan dan
mengembalikan jiwa kesatria yang dimiliki Purist yang dikenalnya.
Abadon masih tetap terdiam di tempatnya. Dia menatap pedang gaib itu, dan
membacakan sesuatu padanya, dan seketika itu pedang Abadon menyala, seperti
berapi-api namun berwarna biru. Abadon mengangkat pedangnya, dan dengan
gagahnya, tunggangannya meringkik hingga abadon terangkat ke atas. Seketika itu
pula dia melemparkan pedang itu tepat kea rah Silencer. Pedang itu terbang dan
menghujam tubuh Silencer, hingga menembus tubuhnya, dan menancap pada pohon.
Silencer mati seketika. Lalu dengan mulut yang bergerak-gerak, pedang itu
menghilang, dan tubuh Silencer terkulai lemas jatuh ke permukaan tanah.
Abadon yang sudah puas akan pencapaiannya, berjalan menuju Divine Rapier.
Pedang yang menancap itu dicabutnya.
Abadon : “Pedang legenda ini sudah kudapatkan, seluruh pasukan Elf
pun sudah mati. Kini aku akan kembali ke Markas Undead, dan
melaporkannya”.
Tepat saat itu, Rotund Jaere, Raja Undead, membisikkan sesuatu pada Abadon.
Rotund : “Perang ini belum berakhir. Masih tersisa seorang Elf di hutan
itu. Kejarlah dia, bunuh, maka kau akan mendapatkan
penghargaan seringg-tingginya dari ku.
Abadon : “Baiklah, aku akan memburu seorang lagi. Beritahukan
padaku, dimana seorang Elf yang terakhir itu.
Rotund : “Baiklah tunggu sebentar, aku akan mencarikan letak dan
keberadaan Elf terakhir itu”.
Lalu Rotund mengeluarkan sihirnya, untuk mendeteksi keberadaan seorang pejuang
Elf yang terakhir, Kardel “The Sharp Eye”. Rotund sangat berkonsentrasi penuh
dengan menutup matanya, mencari keberadaan lokasi Kardel, hingga dia menyadari
bahwa Kardel sudah menembus batas pertahanan Undead. Pada penglihatannya, dia
melihat Kardel dalam posisi siap menyerang dan telah membidik sasarannya. Kardel
berada di atas dahan pohon tertinggi, dan mengarahkan moncong senapannya pada
sasarannya. Ya sasarannya tidak lain adalah dirinya sendiri.
Di sisi lain, kardel dengan emosi yang sangat terkendali sudah berada cukup
dekat dengan markas Kerajaan Rotund Jaere. Dengan berpijak pada dahan sebuah
pohon tertinggi, dia sudah mengarahkan bidikannya tepat pada penguasa kerajaan
Undead. Dengan napas yang teratur, dia berkonsentras penuh agar bidikannya dapat
langsung membunuh sasarannya. Jubahnya yang menutupi sebagian besar tubuhnya,
secara tidak langsung berhasil membuatnya tak terlihat di tempatnya saat ini. Hanya
menunggu waktu saja hingga dia benar-benar tepat waktu untuk menekan pelatuk
senapanya.
Rotund membuka matanya, dan bergidik. Dia melihat kea rah kanan, dan
menyadari jika disana terdapat pohon yang cukup tinggi. Dengan senduhan kecil,
Kardel melepaskan sebuah peluru, peluru itu terlontar, dan tepat mengenai
sasarannya, Kepala Rotund Jaere.
Rotund terjerembab ke tanah tak bernyawa. Rotund mati saat itu juga karena sebutir
peluru Kardel.
Saat itu juga, kerajaan Undead Musnah. Semua pengikutnya, saat itu juga terkulai, tak
bernyawa. Semua makhluk Undead mati saat itu juga, kecuali Abadon.
Abadon mengejang luar biasa saat Rotund Jaere mati oleh serangan langsung yang
diberikan Kardel. Otot-ototnya membesar, hingga tubuhnya seperti akan meledak. Dia
berteriak sangat keras. Tapi jiwa purist yang masih terkungkung oleh kuasa Undead
dapat melawan dan mengusir kungkungan itu. Seketika kuda itu lenyap dan Purist
terjatuh ke tanah. Tubuhnya sangat lemah, dan pingsan.
Kardel yang menyadari hal itu pun menghampiri tubuh tak berdaya Purist, dan
membantunya berdiri. Tidak lupa Divine Rapier pun dibawanya. Namun Kardel
menyadari, jika dia membawa pedang itu, mungkin akan membawa bencana yang
berkepanjangan, karena bagaimanapun, pedang itu adalah milik Undead. Di tengah
perjalanan pulang, Kardel dan Purist memutuskan untuk mengubur pedang legenda
tersebut, dan merahasiakan keberadaannya. Saat itulah peradaban Elf mulai tumbuh
dan mancapai puncak kejayaan.
Tamat
Beberapa abad setelah itu, lahirlah seorang anak, yang dinamakan Magin (sebenarnya
Magina, namun nama sebenarnya, terdengar sedikit Vulgar). Yang menurut ramalan
Tetua Elf, dia akan menjadi Legenda kaum Elf..
To Be Continue (rencananya)

0 komentar:

Posting Komentar